Rabu, 27 Maret 2013

ESTIMASI BIAYA KONSTRUKSI DI DALAM MANAJEMEN PROYEK


Anggaran Biaya Kasar
Sebagai pedoman dalam menyusun anggaran biaya kasar digunakan harga satuan tiap meter persegi (m2) luas lantai. Anggaran biaya kasar dipakai sebagai pedoman terhadap anggaran biaya yang dihitung secara teliti. Walaupun namanya anggaran biaya kasar, namun harga satuan tiap m2 luas lantai tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang dihitung secara teliti di dalam manajemen proyek.

Anggaran Biaya Teliti
Anggaran biaya teliti adalah anggaran biaya bangunan atau proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya. Pada anggaran biaya kasar sebagaimana diuraikan terdahulu, harga satuan dihitung berdasarkan harga taksiran setiap luas lantai m2. Taksiran tersebut haruslah berdasarkan harga yang wajar dan tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang dihitung secara teliti di dalam manajemen proyek. Sedangkan penyusunan anggaran biaya yang dihitung dengan teliti, didasarkan atau didukung oleh: bestek, gunanya untuk menentukan spesifikasi bahan dan syarat-syarat teknis, gambar bestek, gunanya untuk menentukan/menghitung besarnya masing-masing volume pekerjaan, harga satuan pekerjaan, harga satuan pekerjaan diperoleh dari harga satuan bahan dan harga satuan upah berdasarkan perhitungan BOW. BOW (Burgerlijke Openbare Werken) adalah suatu ketentuan dan ketetapan umum yang ditetapkan oleh Dir. BOW tanggal 28 Februari 1921 Nomor 5372 A pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di dalam manajemen proyek.

Karateristik Data Biaya
Data biaya dengan beragam kecermatan diperlukan pada industri ini untuk teori dan praktek ekonomi bangunan. Data-data ini diperlukan selama tahap permulaan proses desain, guna memberikan iklim suatu indikasi biaya yang mungkin berkenaan dengan proyek konstruksi yang diusulkan tersebut. Data-data tersebut mungkin juga diperlukan pada tingkat ketelitian tertentu bilamana proyek berlanjut ke tahap desain dan konstruksi di dalam manajemen proyek.

Data biaya selama tahap awal proses desain dapat dikaitkan dengan fungsi dan desain. Akan tetapi, tingkat kelayakan sangat diragukan dan memerlukan penilaian atas beberapa faktor variabel. Dalam tahap akhir dari proses desain, aspek biaya lebih berkaitan dengan kuantitas dan spesifikasi. Kedua hal diatas merupakan pendekatan tradisional. Suatu pandangan alternatif menyatakan bahwa biaya ditentukan oleh proses, yaitu metode, peralatan, dan sarana yang dipilih oleh kontraktor dalam menentukan biaya di dalam manajemen proyek.

Keakuratan dan Kekonsistenan
Penyusunan semua jenis informasi biaya selalu tidak menyatakan data tersebut akurat. Barangkali satu-satunya kekecualian adalah daftar harga pedagang bahan bangunan, tetapi ini pun dapat sewaktu-waktu berubah tanpa pemberitahuan. Oleh karenanya, data yang tersedia tidak lebih hanya pedoman umum, tetapi sampai seberapa jauh? Hal ini dapat diukur dalam dua cara yang berbeda yaitu keakuratan dan konsistensi. Keakuratan menyatakan kesamaan terhadap nilai aktual, apa pun nilai itu di dalam manajemen proyek. Sebaliknya konsistensi merupakan suatu ukuran sampai berapa lama keakuratan ini dapat dipercaya. Menurut Asworth, A., (1994) menunjukkan bahwa keakuratan kontraktor dalam memberikan estimasi rata-rata berkisar ±10% dan ini merupakan masalah. Dalam keadaan tertentu estimator dapat melakukan 50-60% ketidakakuratan. Hal ini disebabkan oleh adanya masalah dalam pemakain data biaya, karena informasi tersebut sampai taraf tertentu kurang dapat dipercaya. Berikut ini contoh beberapa perbedaan penggunaan koefisien sebagai dasar untuk menentukan biaya konstruksi di dalam manajemen proyek.

CARA MENANGGULANGI DAMPAK KEBAKARAN SEDINI DAN SESEDIKIT MUNGKIN DI DALAM MANAJEMEN PROYEK

Teknik Sipil - Seiring dengan semakin pesat pertumbuhan pembangunan, baik dalam hal perluasan lahan maupun bangunan tinggi dan bangunan pabrik, maka diperlukan juga penanganan mengenai resiko-resiko yang mungkin terjadi seperti kebakaran. Kebakaran pada umumnya terjadi akibat dari kecerobohan manusia, seperti yang sering terjadi adalah membuang puntung rokok tidak pada tempatnya , juga yang banyak terjadi adalah akibat hubungan arus pendek di dalam manajemen proyek.

Kebakaran pada lahan yang luas seperti hutan, dampaknya cukup merugikan dan sulit sekali untuk ditanggulanggi bahkan sering dibiarkan untuk padam dengan sendirinya.
Pada bangunan yang tinggi ataupun bangunan perindustrian kerugian yang didapatkan cukup banyak antara lain materiil dan moril di dalam manajemen proyek.

Memang pada saat ini resiko materiil tersebut dapat ditanggulangi dengan adanya pihak asuransi,tetapi sebaiknya kita tanggulangi kecelakaan kebakaran tersebut sesedikit mungkin.
Permasalahannya adalah mengenai kesiapan berbagai alat penyelamat di luar dan di dalam bangunan serta sumber daya manusia dalam rangka penanggulangan kebakaran baik dari kalangan pemakai gedung maupun dari tim yang mengatur mengenai keamanan dan keselamatan di dalam manajemen proyek.
Pernyataan yang berkaitan dengan situasi terbaru tentang kebakaran serta informasi dasar lainnya ditayangkan sacara teratur pada likasi web CIFOR. Akibatnya CIFOR banyak mendapat perhatian baik dari masyarakat maupun media dan dianggap sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan di dalam manajemen proyek.

Penyebab Kebakaran antara lain :
  • Sambaran petir saat hujan .
  • Hubungan pendek arus listrik.
  • Kecerobohan manusia / membuang puntung rokok sembarangan.


Dampak Kebakaran :
  • Penyebaran emisi gas karbon dioksida ke atmosfir.
  • Hilangnya mata pencaharian dari sebagian bahkan seluruhnya dari karyawan.
  • Meningkatkan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru paru.
  • Polusi asap yang dapat memperparah penyakit para penderita TBC dan asma.
  • Mengganggu kegiatan yang ada disekitar lokasi.
  • Hilangnya nyawa manusia.

Tujuan Penyelamatan :
  • Mengevakuasi penghuni dan barang.
  • Mencegah api berkembang secara tidak terkendali.
  • Memadamkan api secepatnya.
  • Meminimalkan kerusakkan yang terjadi.

Pentingnya hydrant pada bangunan seperti menurut Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman di Daerah (RP4D) ada 2 sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yaitu sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif di dalam manajemen proyek.

Sistem proteksi pasif meliputi kemampuan stabilitas struktur bangunan komponen dan bahan bangunan yang dilakukan dengan konstruksi tahan api, dinding kompartemen dan pemisah ruang serta proteksi terhadap bukaan yang ada untuk menahan serta membatasi kecepatan menjalarnya api, asap, dan panas. Sedangkan sistem proteksi aktif meliputi peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan api, pengendalian asap dan panas dengan sarana pengamanan seperti tabung alat pemadam kebakaran, mobil pemadam, hydrant, smoke detector, fire alaram, sprinkler dll di dalam manajemen proyek.

Hydrant dan jaringan kelengkapannya sebaiknya ditata sekitar bangunan , mudah dilihat serta mudah dijangkau dan memiliki selang minimum 30 m. Karena dibandingkan denga peralatan lain hydrant lebih efisien dan effektif dalam menanggulangi bahaya kebakaran. Sedangkan air yang diperoleh dapat dari PDAM maupun air sumur bor yang ditampung pada reservoir. Adapun sistem pemipaan untuk hydrant harus dibedakan dari kebutuhan air yang lain seperti kamar mandi ,dapur dll di dalam manajemen proyek.

Suply air untuk hydrant langsung dari reservoir dengan pompa tersendiri serta pemipaan tersendiri pula, maka dari itu harus diperhitungkan dengan cermat pangjang dan diameter selang serta jumlah dan jarak hydrant ke reservoir. Begitu pula dengan instalasi listrik untuk menjalankan hydrant ini dibedakan dengan instalasi pada bangunan. Karena pada saat bangunan terbakar dengan sensirinya instalasi listrik pada bangunan mati tapi instalasi pada hydrant tidak boleh turut mati di dalam manajemen proyek.

Setalah dicermati penyebab dan dampak dari kebakaran serta hubungannya dengan kondisi yang ada dilapangan serta pada teori seperti,

Q = V. A (1)
dimana : Q = debit yang mengalir
V = kecepatan yang melaluinya
A = luas penampang melintang nozel

Dimana debit yang semula berawal dari sebuah reservoir besar kemungkinan bercabang menuju lokasi yang berbeda, maka disini berlaku pula HukumKontinuitas. Untuk membuat tekanan yang cukup di tempat yang diperlukan perlu adanya pompa di dalam manajemen proyek.

PENGERTIAN TSUNAMI DAN PENANGGULANGANNYA

Teknik Sipil - Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di laut
Kejadian tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi di laut tergantung pada beberapa faktor berikut:
– Kedalaman pusat gempa (episentrum) di bawah dasar laut h (km)
– Kekuatan gempa M yang dinyatakan dalam skala Richter
– Kedalaman air di atas episentrum d (m)

Gelombang tsunami mempunyai hubungan erat dengan kekuatan gempa dan kedalaman pusat gempa
Besaran tsunami (m) berkaitan erat dengan kekuatan gempa M, yaitu:
m = 2,26 M – 14,18
Besaran tsunami m juga tergantung pada kedalaman laut (d) di lokasi terbentuknya gempa
m = 1,7 log (d) – 1,7


Beberapa langkah penanggulangan tsunami
  • Daerah sempadan pantai harus cukup lebar dan ditanami dengan tsunami keras
  • Daerah pemukiman ditempatkan di lokasi yang aman, yang ditetapkan berdasar tinggi gelombang tsunami dan topografi daerah
  • Dibuat bangunan pelindung tsunami yang berupa tanggul di sepanjang pantai
  • Fasilitas pelabuhan sebaiknya dipisahkan dari pemukiman, untuk mencegah benda-benda terapung seperti perahu, drum dan benda lainnya dapat menjadi tenaga penghantam yang merusak bila terjadi tsunami
Kenaikan Muka Air karena Gelombang (Wave Set-up)
  • Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam
  • Saat gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap muka air diam di sekitar lokasi gelombang pecah
  • Dari titik di mana gelombang pecah permukaan air rerat miring ke atas ke arah pantai
  • Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave set-down
  • Naiknya muka air tersebut disebut wave set-up


Kenaikan Muka Air karena Angin (Wind Set-up)
  • Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut dapat membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas
  • Besar perubahan elevasi muka air tergantung pada kecepatan angin, fetch (panjang daerah di atas mana angin berhembus dengan kecepatan dan arah konstan), kedalaman air dan kemiringan dasar
  • Gelombang badai biasanya terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan proses alam lainnya seperti pasang surut
  • Besarnya kenaikan muka air karena badai dapat diketahui dengan memisahkan hasil pengukuran muka air laut selama terjadi badai dengan fluktuasi muka air laut karena pasang surut

PRINSIP PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

Teknik Sipil - Dibanyak tempat diseluruh Indonesia, kombinasi anatara beban gravitasi dan beban gempa akan menentukan status pembebanan. Sudah diketahui secara umum bahwa akibat beban dinamik struktur diharapkan berperilaku daktail dan mempunyai kekuatan sedemikain sehingga memenuhi persyaratan Earthquake Engineering Design Phillosophy (EEDP). Untuk itu maka disain struktur baja di Indonesia harus memakai metode standar sebagaiamna yang telah di atarur dalam Anonim (2000) di dalam struktur baja.

Earthquake Engineering Design Phillosophy (EEDP) sebagaimana disebut sebelumnya perlu dielaborasi sehingga dapat menjadi prinsip kerja disain yang lebih implementatif. Setelah melalui penelitain dan pengujian yang panjang aakhirnya elaborasi EEDP tersebut menjurus pada prinsip disain bangunan tahan gempa sebagaiaman sekarang ini dikenal sebagai Capacity Design Principle (CDP). Perlu juga disadari pada CDP juga baru merupakan prinsip, untuk itu perlu dikembangkan lagi manjadi suatu prosedur disain yang lebih operasional. Didalam CDP, prinsip strong coloumn and weak beam (SCWB) merupakan sifat struktur yang benar dan mungkin dilaksanakan. Dilain fihak syarat yang diperlukan struktur strong beam weak column (SBWC) sangatlah berat dan oleh karena itu sifat struktur ini tidak mungkin dapat dilaksanakan di dalam struktur baja.

Beban Pada Struktur
1. Beban Angin
Beban angin merupakan salah satu beban yang harus dipertimbangkan pada perencanaan bangunan tingkat tinggi. Angin yang membebani bangunan tingkat tinggi bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh fakor-faktor lingkungan seperti kekasaran dan bentuk permukaan serta dipengaruhi oleh perletakan bangunan disekitarnya di dalam struktur baja. Apabila koefisien hembus angina terhadap bangunan adalah Ce, koefisien tekan adalah Cq, tekanan yang diberikan oleh aliran angin adalah qs dan factor keutamaan gedung adalah I, maka gaya lateral akibat beban angin (P). Eksposure D merupakan daerah yang datar dan disekelilingnya tidak ada daratan. Eksposure C adalah daerah datar yang lapang Ekspusure B adalah daerah yang disekeliling bangunan terdapat pohon-pohon dan bangunan lain. qs adalah tekanan yang diberikan oleh aliran angin yang tetap yang dipengaruhi oleh kecepatan angin di dalam struktur baja.
Cq adalah koefisien tekanan yang bergantung dari cara angin mengenai bangunan yaitu apakah angin mengenai langsung bangunan atau angin yang membelakangi (angin isap). Koefisien Cq berturut-turut sama dengan 0,80 dan 0,50 untuk kondisi angin datang dan angin isap. Sesuai dengan TCPKGUBG (2002) untuk gedung biasa faktor keutamaan I =1,0 sedangkan untuk gedung gedung yang lain yang lebih penting mempunyai nilai faktor keutamaan yang lebih tinggi di dalam struktur baja.


2. Beban Gempa Statik Ekivalen.
Beban gempa ekivalen statik dapat dipakai dengan beberapa persyaratan yaitu untuk bangunan reguler dan bangunan yang kelangsingannya sedemikian sehingga respons dinamik masih didominasi oleh mode pertama. Pembatasan tinggi ataupun jumlah tingkat sebenarnya tidak tepat karena belum memperhitungkan kelangsingan (rasio tinggi H dan lebar struktur B). Gaya geser V yang bekerja pada dasar bangunan menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2000 (TCPKGUBG, 200) di dalam struktur baja.


3. Beban Dinamis Riwayat Waktu
Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi didalam tanah, getaran tanah akibat gempa ditunjukkan oleh adanya simpangan, kecepatan, dan percepatan tanah. Bangunan yang memiliki masa dengan percepatan akan menghasilkan gaya gempa efektif, karena menurut hukum Newton, produk antara massa dengan percepatan akan menghasilkan gaya (force), (Widodo, 2001) dan percepatan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi tanah (site effect) dilokasi, maka disarankan akan ada beberapa nilai amplifikasi yang bergantung pada jenis tanah sehingga percepatan tanah akibat gempa dapat ditentukan di dalam struktur baja. Durasi gempa dapat diambil variasi mulai dari durasi pendek dengan kandungan frekuensi tinggi (misalnya gempa koyna), durasi panjang dengan kandungan frekuensi menengah (misalnya gempa El-Centro 1940), dan yang mempunyai kandungan frekuensi rendah (misalnya gempa Parkfield). Dengan ditentuknnya rekaman gempa sebagai beban dinamik, maka analisis struktur dengan beban dinamik dapat dilakukan di dalam struktur baja.

Pembebanan dinamik riwayat waktu yang digunakan memiliki percepatan maksimum yang sama. besarnya skala pecepatan didasarkan pada analisis inelastik bangunan struktur baja Open Frame 15 lantai, dengan menggunakan percepatan gempa Elcentro. Percepatan maksimum yang dipakai adalah 207 cm/dt2 karena dengan percepatan tersebut struktur masih elastik. Dan percepatan tersebut di pakai sama semua untuk semua gempa karena dengan percepatan yang sama dapat diketahui respon gempa terhadap struktur di dalam struktur baja.

KONSEP ANGKUTAN MASSAL DI DALAM REKAYASA JALAN

Teknik Sipil - Konsep Mass Rapid Transit (MRT) seringkali berubah-ubah, dan banyak pendekatan berbeda yang umumnya digunakan untuk membedakan jenis-jenis dan keistimewaan-keistimewaan dari berbagai jenis sistem MRT yang beraneka ragam, terpisah dari hal mendasar yang penting seperti biaya, kapasitas dan teknologi. Hal-hal lain yang digunakan untuk menggambarkan sistem MRT yaitu jarak antara halte, luas jalur khusus, pedoman-pedoman operasional dan sistem panduan di dalam rekayasa jalan.

Mass Rapid Transit juga disebut sebagai angkutan umum, adalah layanan transportasi penumpang. Biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan di dalam rekayasa jalan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang di rancang dengan perhentian-perhentian tertentu. Walaupun Mass Rapid Transit dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Ini dirancang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan (Lloyd Wright, 2002). Contohnya antara lain bus rapid transit, heavy rail transit, metro, kereta komuter dan light rail transit (GTZ, 2002) di dalam rekayasa jalan.

Perencanaan dan model angkutan umum transportasi perkotaan
Dalam usaha merancang suatu jaringan jalan yang dapat melayani perkembangan sektor/subsektor pembangunan, diperlukan suata analisis mengenai kebutuhan pergerakan lalu lintas jalan raya di masa datang dengan mengacu kepada perkenbangansektor/subsektor yang berkaitan. Terdapat beberapa konsep perencanaaan transportasi yang berkembang sampai saat ini yang paling populer adalah ‘Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap’. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah (Tamin, 2000) di dalam rekayasa jalan:
  • aksesibilitas;
  • bangkitan dan tarikan pergerakan;
  • sebaran pergerakan;
  • pemilihan moda;
  • pemilihan rute;
  • arus lalu lintas dinamis.

Sub-sub model itu dapat dilakukan secara terpisah dengan hasil keluaran dari sub model yang merupakan masukan bagi sub model berikutnya, atau pengembanganya adalah dilakukan secara bersamaan, sehingga terdapat kelompok jenis model (Setijowarno dan Frazila, 2001).
Model bertahap (model kebutuhan transportasi 4 tahap/sequentil 4 stages model; 1) Bangkitan dan tarikan pergerakan (trip generation); 2) Distribusi Perjalanan (trip distribution); 3) Pemilihan moda (moda split); 4) Pembebanan perjalanan (trip assigment), dan Model simultan (simultanuous model) di dalam rekayasa jalan.

Dalam prosesnya, keempat tahap perencanaan ini disesuaikan dengan kondisi yang ada, terutama dalam hal ketersediaan data. Seperti dalam tahap penentuan bangkitan/tarikan perjalanan, dibutuhkan data O-D (Asal-Tujuan), yang sebenarnya dapat diperoleh dari survei lapangan. Namun, mengingat dana serta waktu yang sangat terbatas, maka akan dipergunakan data O-D dari survey O-D Nasional yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan pada tahun 2001 (dipublikasikan tahun 2002) dan data IRMS pada tahun survey 2001 yang dipublikasikan Dinas Bina Marga di dalam rekayasa jalan.

Tahapan perencanaan itu akan dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Model yang dipilih adalah yang dianggap paling cocok untuk pergerakan dalam kota dan juga pergerakan wilayah pinggiran kota yang menuju ke pusat kota atau sebaliknya, juga mempertimbangkan ketersediaan data, serta tingkat akurasi yang diinginkan di dalam rekayasa jalan.

Sistem zona model angkutan umum transportasi perkotaan
Sistem zona merupakan hal yang sulit untuk meninjau dan melakukan pemodelan terhadap bangkitan/tarikan dari masing-masing individu. Karena itu pendekatan dilakukan dalam pemodelannya adalah mengagregasikan individu-individu dalam satuan-satuan wilayah yang biasa disebut zona. Sebelum masuk ke dalam proses perencanaan transportasi, wilayah studi perlu di representasikan ke dalam zona-zona yang lebih kecil, yang merupakan penyederhanaan/pemodelan dari wilayah studi. Yang selanjutnya, semua data yang berkaitan dengan bangkitan dan tarikan perjalanan memiliki tingkat kedalaman sampai zona itu. Zona itu kemudian dianggap sebagai satuan pergerakan terkecil, sehingga seluruh sifat/karakteristik pergerakannya merupakan rata-rata (atau yang dianggap mewakili dari seluruh bagian zona di dalam rekayasa jalan.

Batas-batas zona dapat menggunakan batas administrasi, batas alam (sungai atau pantai), batasan jaringan (jalan, rel kereta api) atau batas jenis guna lahan dan lain-lain. Dalam studi ini, sistem zona yang digunakan adalah berdasarkan wilayah kecamatan di dalam rekayasa jalan.
Umumnya dalam melakukan pemodelan transportasi suatu wilayah kajian tertentu, pengaruh wilayah di sekitarnya tidak bisa diabaikan. Oleh sebab itu harus ikut dimodelkan meskipun tidak perlu serinci model dalam wilayah kajian. Dengan terbentuknya sistem zona yang terdiri atas zona internal dan eksternal, maka sifat pergerakannya pun akan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut di dalam rekayasa jalan.
  1. Pergerakan di dalam zona (intra zonal trip), yaitu dari dan ke zona yang sama yang umunya diabaikan (dianggap nol);
  2. Pergerakan antar zona internal (inter zonal trip), yaitu pergerakan dari dan ke zona-zona yang termasuk zona internal;
  3. Pergerakan antar zona internal dan eksternal, yaitu pergerakan ke luar/masuk ke wilayah studi;
  4. Pergerakan antar zona eksternal, yaitu pergerakan antarzona yang meleati wilayah studi yang lebih dikenal dengan throught traffic.

Dalam studi ini, titik berat tinjauan adalah pada jaringan jalan antar kota (inter urban roads) dan jalan kota (urban road), yaitu meliputi jalan Arteri dan Kolektor Primer. Pemodelan dari wilayah studi adalah sebagai berikut di dalam rekayasa jalan:
  • Batas kabupaten/kota dijadikan cordon line (batas zona);
  • Ruas jalan arteri/kolektor dijadikan link;
  • Pertemuan ruas jalan arteri/kolektor (kebanyakan kota) dijadikan node;
  • Ibukota kecamatan dala Kota dijadikan centroid (pusat kota)
  • Jalan arteri utama batas Kota dijadikan gateway
Kebutuhan perjalanan model angkutan umum transportasi perkotaan
Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses permintaan perjalanan (yang diperoleh dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total biaya jalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkan tahap-tahap lainnya, dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja (performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (skenario) permintaan dan/atau sediaan di dalam rekayasa jalan.

Secara umum, tahap ini menyangkut tiga komponen utama; yaitu:
  • Matriks pergerakan (kebutuhan pergerakan–demand), seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya. Dalam hal ini akan memakai dasar acuan data volume lalu lintas;
  • Jaringan (sediaan–supplay);
  • Mekanisme pembebanan (termasuk didalamnya pemilihan rute).

Proses pembebanan dalam studi ini memanfaatkan bantuan paket program Saturn. Karena itu, input berupa matriks pergerakan pergerakan serta jaringan jalan harus dibentuk dalam format yang disyaratkan oleh program yang bersangkutan di dalam rekayasa jalan.

Pembentukan matriks kebutuhan perjalanan
dari hasil tahap Peramalan bangkitan tarikan (trip generation) yang kemudian didistribusikan (dalam tahap trip distribution), maka akan diperoleh Matriks OD yang diambil data berasal dari data volume lalu lintas pada zona yang ditinjau. Selanjutnya, matriks itu ’diterjemahkan’ oleh salah satu modul program, yaitu program komputer Saturn

Pembentukan data base jaringan
Data base jaringan berupa pemodelan jaringan yang kemudian disusun sesuai format yang diisyaratkan. Pemodelan jaringan data yang harus diikutsertakan adalah:
  1. Data node, berupa nomor kode dan jenis node (centroid/node);
  2. Data ruas/link (yang menghubungkan dua node), berupa panjang, kecepatan free flow, kapasitas, kode jenis ruas/link, tarif dan arah.

Mekanisme pembebanan model angkutan umum transportasi perkotaan
Matriks pergerakan hasil trip distribution yang telah diterjemahkan oleh model dari program Saturn, kemudian dibebankan ke jaringan jalan yang telah melalui proses di atas, menggunakan metode pembebanan tertentu dengan bantuan modul program yang ada pada program Saturn di dalam rekayasa jalan.

Terdapat beberapa metode pembebanan matriks asal tujuan ke jaringan jalan. Tetapi untuk jalan perkotaan, metoda pembebanan yang dirasa cocok adalah metoda pembebanan semua atau tidak sama sekali (all-or nothing), yaitu merupakan teknik yang paling sederhana dan mula-mula dikembangkan. Metoda ini mengasumsikan, bahwa semua pengendara memiliki persepsi yang sama dan kondisi jalan tidak tergantung jumlah pemakai yang melaluinya. Masalahnya tinggal menentukan rute yang mana yang paling pendek/murah, sehingga semua permintaan perjalanan dibebankan ke rute minimum dan tidak ada satupun yang dibebankan ke rute pilihan lainnya di dalam rekayasa jalan.

Untuk lebih mendekati kenyataan, pembebanan dilakukan dengan memperhitungkan pengaruh kemacetan atau keterbatasan kapasitas, sehingga akan menghasilkan pembebanan yang lebih merata dibandingkan pembebanan a-o-n (all or nothing) murni. Pengaruh kemacetan dalam persamaan ongkos-arus biasanya digambarkan dengan menaiknya ongkos perjalanan sesuai dengan meningkatnya arus. Lazimnya tingkat kenaikan tersebut cenderung lebih cepat bila arus mendekati atau melebihi kapasitas di dalam rekayasa jalan.

Kondisi dengan penanganan, yaitu dengan melakukan analisis penanganan pada setiap pembebanan yang kemudian data jaringan di up-date sesuai rencana penanganan yang diambil. Setelah itu pembebanan berikutnya dilakukan berdasarkan data jaringan yang terbaru. Hasilnya adalah kebutuhan penanganan serta kinerja jaringan dengan adanya penanganan di dalam rekayasa jalan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PENAWARAN KONTRAKTOR PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

Teknik Sipil - Proyek konstruksi merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat tahapan- tahapan yang saling berkesinambungan dan tujuan akhirnya adalah berupa bangunan fisik. Dalam tahapan-tersebut, tender merupakan salah satu tahap penting dalam suatu proyek konstruksi yang dilakukan. Adanya kebutuhan pemilik proyek terhadap jasa sumber daya, maka dipenuhi dengan cara membeli. Muncullah suatu pemikiran bagaimana cara pengadaaan sumber daya tersebut secara efektif. Sumber daya tersebut kemudian disebut sebagai kontraktor. Maka dapat dikatakan bahwa tender bertujuan untuk memperoleh jasa kontraktor yang akan menyelesaikan suatu proyek konstruksi di dalam manajemen proyek.

Masalah mendasar yang dihadapi oleh kontraktor adalah kemampuannya dalam proses penawaran. Dalam proses penawaran, kontraktor harus memperkirakan dan mengajukan biaya yang tidak terlalu tinggi agar dapat bersaing dengan kontraktor lain dan juga mendapatkan keuntungan yang maksimum dan dengan tujuan akhir yaitu untuk memenangkan proyek. Untuk pertimbangan harga penawaran, pemilik proyek tentunya akan memilih harga terendah yang muncul dari kontraktor tersebut. Penetapan harga penawaran ditentukan oleh berbagai pertimbangan dan kadang hanya berdasarkan naluri bisnis. Hal ini sangat menentukan besar kecilnya keuntungan dan probabilitas memenangkan proyek. Menyadari pentingnya penawaran tersebut, maka diupayakan suatu cara atau strategi yang berfungsi sebagai media pencapaian yang disebut dengan markup. Penentuan markup oleh kontraktor merupakan salah satu strategi yang sering dipakai untuk merancang dan membuat biaya penawaran optimal. Strategi penawaran bagi suatu perusahaan bergantung pada tujuan perusahaan yang di antaranya adalah memaksimumkan keuntungan. Biaya penawaran memiliki 2 (dua) komponen besar yaitu biaya seluruh pekerjaan (biaya langsung) dan biaya tambahan (markup). Markup sering juga disebut sebagai biaya tak langsung di dalam manajemen proyek.

Dalam estimasi biaya proyek, kontraktor akan memanfaatkan strategi markup. Markup berfungsi sebagai biaya tambahan untuk menutupi biaya overhead dan mengatasi segala hal yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, serta sebagai sumber keuntungan. Markup merupakan selisih antara harga penawaran dengan estimasi biaya pekerjaan. Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa markup merupakan faktor yang sangat mempengaruhi biaya penawaran. Oleh karena itu, tinggi rendahnya markup akan sangat menentukan besar kecilnya biaya penawaran yang diajukan kontraktor di dalam manajemen proyek.

Dengan melihat uraian di atas, maka secara garis besar komponen rencana anggaran biaya penawaran dapat digambarkan sebagai berikut :
Komponen biaya penawaran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa negara dan melakukan perbandingan maka telah diperhitungkan batas maksimum nilai mark up dari nilai suatu proyek. Mark up dikatakan sukses jika nilainya maksimum atau tertinggi. Berdasarkan perkembangan konstruksi di dunia pada umumnya, maka dilakukan penelitian dalam dunia pekerjaan konstruksi khususnya terhadap biaya yang ditawarkan maka di tentukan 4 (empat) ukuran dan tingkatan mark up yaitu : low (rendah), medium (sedang), medium-high (cukup tinggi) dan high (tinggi). Low mark up diperhitungkan sebesar ± 4 %, medium mark up diperhitungkan sebesar ± 6 %, medium-high mark up diperhitungkan sebesar ± 8 % dan high mark up diperhitungkan ≥ 10 %. Namun, yang dikatakan sebagai mark up sukses adalah mark up yang dilakukan seoptimum mungkin. Dengan mempertimbangkan keadaan tersebut, maka dilakukan suatu studi oleh para estimator sehingga memperoleh batas rata-rata mark up sebesar ± 5 % di dalam manajemen proyek.

Dalam menentukan harga penawaran biasanya harga satuan bahan sudah di tambahkan dengan nilai nominal tertentu yang besarnya juga tergantung pertimbangan cost estimator. Sedangkan untuk harga satuan upah dan alat ditetapkan berdasarkan peraturan dari perusahaan itu sendiri. Nilai nominal tertentu di atas tersebut yang dinamakan mark up. Namun perlu diketahui sekali lagi bahwa mark up ini dilakukan untuk menutupi biaya tetap perusahaan dan di- harapkan dapat menutupi risiko-risiko yang tidak bisa diprediksi sebelumnya di dalam manajemen proyek.

Pada kenyataannya bahwa dalam menaksir biaya penawaran, kontraktor sedapat mungkin ingin menghindari segala risiko yang mungkin saja terjadi. Namun, hal itu tidak mungkin bisa diatasi dengan mudah karena berhadapan dengan keadaan dunia perekonomian dan perdagangan yang selalu mengalami perubahan. Banyak faktor baik dari dalam maupun dari luar perusahaan yang mungkin saja menjadi kendala bagi kontraktor untuk menentukan besarnya biaya penawaran dan juga dalam menentukan keputusan untuk pemberlakuan mark up atau tidak dan apabila dilakukan mark up, kontraktor harus dapat memperkirakan berapa besar mark up tersebut. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi mark up yang tentunya mempengaruhi besar kecilnya biaya penawaran dan kesempatan untuk memenangkan tender tersebutdi dalam manajemen proyek .

a. Faktor utama

1. Fluktuasi dollar yang tidak menentu
Pengaruh mata uang asing dalam perekonomian sangat signifikan. Adanya perubahan naik turun mata uang asing terhadap nilai rupiah berdampak terhadap harga bahan-bahan kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan sandang, pangan dan papan. Ketidakstabilan nilai tukar dolar terhadap rupiah ini menjadi masalah dalam setiap kegiatan pasar dan perdagangan. Dalam upaya penyediaan dana konstruksi dan pelaksanaannya juga di- pengaruhi oleh hal tersebut di dalam manajemen proyek.

Pengaruh ketidakstabilan nilai tukar dapat berpengaruh mulai dari awal proses penawaran pelaksanaan konstruksi khususnya dalam pembuatan RAB (Rencana anggaran biaya) sampai pada proses pelaksanaannya. Pada kenyataannya hal ini biasanya berpengaruh terhadap harga bahan/material dan harga peralatan baik yang dibeli ataupun disewa. Pengaruh besar yang nampak dan teraplikasi, contohnya adalah pada pekerjaan struktur beton yaitu terhadap harga besi yang merupakan salah satu bahan/material utama yang selalu berubah-ubah harganya. Oleh karena itu, dalam rencana anggaran biaya pada proyek ini khusus pada harga satuan bahan besi dan satuan harga satuan pekerjaan yang menggunakan besi tulangan dilakukan mark up. Begitu juga dengan harga bahan-bahan seperti semen, pasir, ubin, barang-barang elektronik, genteng, cat, barang-barang untuk kebutuhan pekerjaan plumbing dan sanitair dan lain-lain tetap dipengaruhi oleh fluktuasi dolar yang walaupun kenaikannya tidak terlalu besar dan signifikan. Namun tetap ada pengaruhnya walaupun kecil dan kesemuanya itu perlu diperhatikan supaya apabila terjadi sesuatu risiko nanti, maka setidaknya sudah mempunyai persiapan sebelumnya untuk membantu mengatasi di dalam manajemen proyek.

Hal yang sama terjadi dan berpengaruh pula pada harga bahan/material elektronika. Pemberlakuan mark up pada bagian ini disebabkan karena adanya pengadaan material elektronik yang secara bertahap dan adanya kebutuhan tambahan yang nantinya akan dipergunakan. Biaya untuk pengadaan peralatan juga ikut dipengaruhi oleh hal di atas. Pengadaan alat pada suatu proyek konstruksi sering dilakukan dengan cara menyewa atau membeli. Apabila dilakukan pembelian alat, maka harga pasaran sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dolar tersebut di dalam manajemen proyek.

2. Lokasi
Faktor tempat/lokasi merupakan salah satu kendala sekaligus sebagai tantangan dalam kelangsungan dan kelancaran suatu proyek konstruksi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap mobilitas bahan/material, tenaga buruh, peralatan dan lain sebagainya. Yang dihadapi oleh proyek ini adalah letak lokasi proyek yang cukup jauh dari daerah perkotaan dan jauh dari tempat suplier bahan/ material sehingga perusahaan ini mengalami kesulitan dalam mobilitasnya. Kontraktor melihat kondisi dan letak proyek sebagai suatu hal yang harus diperhatikan dan perlu dicari solusi. Hal ini bertujuan sekedar sebagai suatu bentuk persiapan darurat siap pakai jika pada suatu saat nanti terjadi risiko yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, dilakukan mark up untuk menangani dan mengatasi masalah transportasi yang mungkin terjadi karena pertimbangan keadaan lokasi tersebut. Selain itu juga karena mempertimbangkan jalur transportasi melalui daerah cukup sulit dan rumit untuk mencapai lokasi proyek sehingga perlu diperhatikan faktor kesulitan mencapai lokasi di dalam manajemen proyek.

3. Waktu
Dalam suatu perencanaan pembangunan, ada banyak hal yang saling mempengaruhi dan saling bergantung satu sama lain. Selalu dalam suatu perencanaan, butuh suatu target yang akan dicapai dalam jangka pendek atau jangka panjang. Kesemuanya itu merupakan suatu bagian dari suatu perencanaan yang baik. Untuk mencapai target tersebut, maka kita membutuhkan sesuatu yang disebut waktu. Untuk kasus pelaksanaan suatu proyek, biasanya telah ditentukan sejak awal waktu pelaksanaan sampai penyelesaian proyek tersebut sehingga dapat terlaksana dengan baik. Seperti halnya untuk bidang-bidang lainpun, perlu suatu target yang ingin dicapai secara bertahap seiring berjalannya waktu. Namun perlu disadari bahwa, perencanaan yang telah dilakukan sejak awal harus disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan yang terjadi di lingkungan sekitar. Kondisi dan keadaan lingkungan sangat mendukung dan mempengaruhi suatu pekerjaan dan secara khusus mempengaruhi waktu pelaksanaan suatu proyek. Terlepas dari semuanya itu, maka harus dilihat kembali pada tujuan awal yaitu dapat menyelesaikan suatu proyek pembangunan sesuai target yang diinginkan dan sesuai waktu yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan awal dengan sempurna, maka dibutuhkan dukungan dari hal-hal yang saling mempengaruhi di dalam manajemen proyek.

Dalam pelaksanaan proyek, total waktu yang telah ditentukan biasanya disesuaikan dengan banyaknya pekerjaan yang akan dilakukan selama proyek berlangsung. Tapi kadang-kadang yang terjadi adalah, seringkali pemilik proyek menghendaki agar proyeknya dapat terselesaikan dengan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Hal ini menjadi dilema bagi kontraktor untuk memikirkan bagaimana caranya memaksimalkan segala sesuatu untuk mewujudkan harapan tersebut baik dari segi biaya, tenaga, peralatan, dan lain sebagainya. Namun, yang paling berpengaruh adalah masalah biaya yang membutuhkan penambahan-penambahan khusus dalam jumlah tertentu. Hal ini bertujuan agar dapat memaksimalkan yang lainnya. Di samping itu, tujuan lainnya yaitu untuk meraih sedikit keuntungan dari yang ditambahkan di dalam manajemen proyek.

Yang terjadi pada proyek ini adalah adanya permintaan dari pemilik proyek akan kebutuhan tempat pekerjaan karena begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap keadaan hutan dan alam. Sehingga harus membuat perencanaan yang lebih teliti dari pihak kontraktor, pemilik proyek dan pihak-pihak lain yang terkait. agar tidak aada pekerjaan yang terlupakan Perencanaan tersebut termasuk di dalamnya adalah perencanaan biaya, pembuatan penjadwalan kerja, dan hal-hal lainnya. Berdasarkan keadaan waktu tersebut, maka wajar saja jika dilakukan mark up pada biaya penawaran oleh kontraktor karena memperhatikan dan mempertimbangkan faktor waktu di dalam manajemen proyek.

4. Faktor keamanan
Untuk melaksanakan dan menyelesaikan proyek, perlu suatu kondisi yang kondusif dan menjamin. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kondisi yang aman dan terkendali secara khusus di lingkungan sekitar tempat pekerjaan. Oleh karena itu keamanan merupakan faktor yang sangat penting sehingga perlu diperhatikan dalam kelangsungan dan berjalannya suatu proyek. Karena begitu sangat penting itulah, umumnya pada setiap proyek kontraktor memasukkan faktor keamanan dengan mempertimbangkan kondisi tempat proyek atau lokasi proyek yang terletak di daerah yang rawan terjadinya kehilangan aset-aset dan bahan/material di proyek karena berada di daerah pemukiman masyarakat yang . Salah satu hal yang memperkuat kontraktor adalah pengalaman-pengalaman yang terjadi di masa lampau yang membawa kerugian, dan mengharapkan agar hal yang sama tidak terjadi lagi di dalam manajemen proyek.



b. Faktor pendukung

1. Kelangkaan material/bahan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan dilakukan mark up selain mendapatkan keuntungan adalah untuk menutupi segala risiko dan biaya overhead serta sebagai suatu persiapan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi hal-hal atau kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin saja tidak terjadi sekarang tetapi terjadi di waktu yang akan datang. Dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan tingkat persediaan material atau bahan konstruksi di masyarakat dan pasaran, maka kontraktor merasa perlu untuk mempersiapkan solusi sebelumnya untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kelangkaan material. Oleh karena itu, kondisi pasaran dan persediaannya sangat mempengaruhi ketersediaan suatu barang. Pada proyek ini, kontraktor mengasumsikan kemungkinan terjadinya kelangkaan material atau bahan konstruksi seperti pasir dan semen dengan merk atau jenis tertentu yang mungkin saja terjadi. Kedua bahan tersebut sangat penting dan merupakan bahan atau unsur utama dalam pekerjaan plesteran dan pekerjaan beton. Sehingga harus dipikirkan jenis lain untuk mengganti sebagai material atau bahan pengganti tetapi masih dalam bentuk dan kegunaan serta kualitas yang sama dengan barang yang pernah digunakan di dalam manajemen proyek.


2. Biaya overhead yang tidak menentu
Salah satu hal yang menjadi perhatian juga adalah ketidaktentuan besarnya biaya overhead yang akan ditanggung oleh kontraktor. Adanya perkembangan dan perubahan kondisi perekonomian dan harga barang dan jasa bisa mempengaruhi sebagian dari biaya penawaran. Kebutuhan barang dan jasa seperti listrik, telepon dan bahan bakar merupakan hal penting terhadap berjalannya suatu proyek. Apalagi karena setiap pekerjaan di lapangan membutuhkan peran barang dan jasa seperti di atas dengan tingkat yang cukup besar. Karena pentingnya kebutuhan barang dan jasa tersebut, maka perlu perlu perhatian yang khusus juga di dalam manajemen proyek. Yang menjadi pertimbangan dan perhatian kontraktor pada proyek ini adalah adanya isu tentang kenaikkan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mungkin saja kenaikkannya sangat besar dan berpengaruh terhadap biaya penawaran. Kontraktor memikirkan bahwa dengan adanya kenaikkan tersebut, maka mungkin saja akan menghasilkan biaya pakai yang lebih besar dan lebih tinggi dari yang direncanakan dengan memperhatikan tingkat kebutuhan bahan-bahan tersebut yang akan terjadi selama proyek dilaksanakan. Dengan adanya kenaikkan tersebut, akan berpengaruh pada besar kecilnya nilai atau biaya overhead pada proyek tersebut di dalam manajemen proyek. Biaya overhead ini merupakan bagian dari biaya penawaran dan cukup mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh kontraktor. Dengan demikian akan terlihat hubungan antara kondisi lamanya waktu pekerjaan di proyek dengan besarnya kebutuhan di proyek. Untuk mencegah hal itu, maka kontraktor memikirkan untuk melakukan mark up pada biaya penawaran sebagai satu cara atau solusi yang cukup baik untuk dilakukan di dalam manajemen proyek.

Banyak hal-hal kecil yang mungkin saja bisa menghasilkan dampak yang besar dan mengakibatkan yang buruk pada kelancaran pelaksanaan suatu proyek konstruksi. Faktor luar lainnya seperti keadaan cuaca, hari libur nasional dan lain sebagainya. Semakin besar mark up yang dilakukan akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang dapat di peroleh kontraktor di dalam manajemen proyek.


CONTOH PERHITUNGAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan
Untuk merencanakan Lapisan Tebal Perkerasan pada perencanaan konstruksi jalan raya, data-datanya yaitu :

Komposisi kendaraan awal umur rencana pada tahun 2009
  1. Mobil penumpang (1+1) = 1850 Kendaraan
  2. Bus 8 ton (3+5) = 385 Kendaraan
  3. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 75 Kendaraan
  4. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 35 Kendaraan
  5. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 25 Kendaraan
Jalan akan dibuka pada tahun 2013

Klasifikasi Jalan
  1. Klasifikasi Jalan = 1
  2. Jalan = Kolektor
  3. Lebar Jalan = 7 meter
  4. Arah = 2 jalur, 2 arah tanpa median
Umur Rencana (5+5) tahun

Pertumbuhan lalu lintas
  • = 5 % selama pelaksanaan
  • = 5 % perkembangan lalu lintas
Curah hujan rata-rata pertahun : 750 mm/tahun

Kelandaian jalan 6%

Jenis lapisan perkerasan yang digunakan :
  • Lapisan permukaan : Laston
  • Pondasi atas : Batu pecah kelas A
  • Pondasi bawah : Sirtu Kelas B

Data CBR : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8

Menghitung LHR ( Lintas Harian Rata-Rata)
  • a. Komposisi Kendaraan awal umur rencana (2009)
  • a. Mobil penumpang (1+1) = 1850 kendaraan
  • b. Bus 8 ton (3+5) = 385 kendaraan
  • c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 75 kendaraan
  • d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 35 kendaraan
  • e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 25 kendaraan
LHR 2009 (a+b+c+d+e) = 2370 Kendaraan

Perhitungan LHR pada tahun 2013
  • a. Mobil penumpang 1850 x ( 1 + 0,05)4 = 2249 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 385 x ( 1 + 0,05)4 = 468 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 75 x ( 1 + 0,05)4 = 91 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 35 x ( 1 + 0,05)4 = 43 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 25 x ( 1 + 0,05)4 = 30 kend/hari
LHR 2013 (a+b+c+d+e) = 2881 kend/hari

Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 (2018)
  • a. Mobil penumpang 2249 x ( 1 + 0,05)5 = 2870 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 468 x ( 1 + 0,05)5 = 597 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 91 x ( 1 + 0,05)5 = 116 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 43 x ( 1 + 0,05)5 = 54 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 30 x ( 1 + 0,05)5 = 39 kend/hari
LHR 2018 (a+b+c+d+e) = 3677 kend/hari

Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 berikutnya (2023)
  • a. Mobil penumpang 2870 x ( 1 + 0,05)5 = 3663 kend/hari
  • b. Bus 8 ton 597 x ( 1 + 0,05)5 = 762 kend/hari
  • c. Truk 2 as 10 ton 116 x ( 1 + 0,05)5 = 148 kend/hari
  • d. Truk 2 as 13 ton 54 x ( 1 + 0,05)5 = 69 kend/hari
  • e. Truk 3 as 20 ton 39 x ( 1 + 0,05)5 = 49 kend/hari
LHR 2023 (a+b+c+d+e) = 4692 kend/hari



Menentukan Angka Ekivalen
Angka ekivilen per sumbu dapat dilihat pada tabel di bawah :


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)

Berdasarkan tabel didapat angka ekivalen :
  • a. Mobil penumpang (1+1) = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
  • b. Bus 8 ton (3+5) = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
  • c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 0,0577 + 0,2923 = 0,35
  • d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 0,1410 + 0,9238 = 1,0648
  • e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 0,2923 + 0,5415 + 0,5415 = 1,3753

Menentukan LEP
Dari data yang telah di dapat, dapat dihitung nilai LEP yaitu :
  • a. Mobil penumpang 2249 x 0,5 x 0,0004 = 0,44974
  • b. Bus 8 ton 468 x 0,5 x 0,1593 = 37,2738
  • c. Truk 2 as 10 ton 91 x 0,5 x 0,35 = 15,9535
  • d. Truk 2 as 13 ton 43 x 0,5 x 1,0648 = 22,6497
  • e. Truk 3 as 20 ton 30 x 0,5 x 1,3753 = 20,8961
LEP 2009 (a+b+c+d+e) = 97,2229


Menentukan LEA
Perhitungan LEA untuk 5 tahun (2014)
  • a. Mobil penumpang 2870 x 0,5 x 0,0004 = 0,57399
  • b. Bus 8 ton 597 x 0,5 x 0,1593 = 46,3362
  • c. Truk 2 as 10 ton 116 x 0,5 x 0,35 = 20,3612
  • d. Truk 2 as 13 ton 54 x 0,5 x 1,0648 = 28,9074
  • e. Truk 3 as 20 ton 39 x 0,5 x 1,3753 = 26,6693
LEA 2014 (a+b+c+d+e) = 124,084

Perhitungan LEA untuk 10 tahun (2019)
  • a. Mobil penumpang 3663 x 0,5 x 0,0004 = 0,73257
  • b. Bus 8 ton 762 x 0,5 x 0,1593 = 60,7151
  • c. Truk 2 as 10 ton 148 x 0,5 x 0,35 = 25,9866
  • d. Truk 2 as 13 ton 69 x 0,5 x 1,0648 = 36,894
  • e. Truk 3 as 20 ton 49 x 0,5 x 1,3753 = 34,0375
LEA 2019 (a+b+c+d+e) = 158,366


Menentukan LER
LER = LET x UR/10
LER5
  • = LET5 x 5/10
  • = 110,653 x 0,5
  • = 55,327
LER5 = 1,67 x 55,327
LER5 = 92,396

LER10
  • = LET10 x 10/10
  • = 141,225 x 1
  • = 141,225
LER10 = 2,5 x 141,225
LER10 = 353,062


Penentuan Harga CBR
Dari data yang didapat data CBR sebesar : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8
CBR rata-rata = 4+5+6+7+8+9+10+5+4+8 / 10 = 6,6
CBR max = 10
CBR min = 4

Untuk nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen. Besarnya nilai R seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini :



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)


Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode Analisa Komponen



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

dengan metode   Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)



batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan untul lapis pondasi
Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 6,8
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 7,5
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B d3 = 10

ITP = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3
7,25 = 3 + 2,8 + 0,12 d3
= 5,8 + 0,12 d3
d3 = 12,08 cm = 12 cm ( untuk D3 tebal minimum adalah 10 cm)

Untuk 10 Tahun
Koefisien kekuatan relatif, dilihat dari tabe koefisien relatif
  • - Lapisan permukaan : Laston, MS 744 a1 = 0,40
  • - Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A a2 = 0,14
  • - Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B a3 = 0,12

Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 8,3
  • - Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 7,5
  • - Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20
  • - Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B d3 = 10

ITP = a1 x d1 + a2 x d2 + a3 x d3
8,5 = 3 + 2,8 + 0,12 d3
= 5,8 + 0,12 d3
d3 = 22,5 cm = 23 cm

Untuk 10 Tahun
8,5 = 0,4 d1 + 0,14 d2 + 0,12 d3
8,5 = 0,4 d1 + 2,8 + 2,76
= 5,56 + 0,4 d1
d1 = 7,35 cm = 7 cm

d0 = 7,5 - 7
d0 = 0,5 cm = 3 cm (syarat tebal minimum)





 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates